KABAR BUMI Serukan Buruh Migran Bersatu Lawan Kekerasan Terhadap Perempuan. Jakarta, 25 November 2024. Dalam peringatan 16 Hari Aktivisme Melawan Kekerasan Berbasis Gender tahun ini, KABAR BUMI mendorong pemerintah, dan semua pemangku kepentingan untuk mengenali sekaligus mengambil langkah nyata dalam mengatasi kerentanan yang khas dan meluas yang dialami buruh migran perempuan. Melalui momentum penting ini, yang dimulai pada 25 November sebagai Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga 10 Desember sebagai Hari Hak Asasi Manusia, kami menyoroti kenyataan pahit yang dihadapi buruh migran perempuan yang masih terus mengalami kekerasan dan pelecehan, ketidakadilan hingga pelanggaran hak. Pada saat yang sama momentum ini memperkuat tekad kami dalam memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender, serta pemberdayaan bagi kami, buruh migran dan keluarganya, khususnya buruh migran perempuan.
Bagi jutaan perempuan buruh migran keputusan bekerja di luar negeri dibayangi oleh keterpaksaan, lantaran kesempatan dan lapangan kerja yang terbatas di tanah air. Banyak juga perempuan buruh migran yang bekerja ke luar negeri untuk lari dari situasi kekerasan yang dialaminya di keluarga, entah sebagai istri atau anak perempuan.
Berdasarkan catatan tahunan pendokumentasian kasus yang di lakukan oleh KABAR BUMI, dalam kurun waktu 2003-2004 terdapat 99 kasus yang masuk dalam klaster kekerasan berbasis gender dari total 481 kasus yang masuk. Bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender yang dilaporkan kepada KABAR BUMI antara lain: kekerasan seksual di tempat kerja dan di komunitas asal buruh migran, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan berbasis gender daring (kekerasan berbasis gender yang difasilitasi teknologi) dan penelantaran ekonomi.
Kekerasan berbasis gender yang dialami oleh perempuan buruh migran sering tersembunyi tertimbun di tengah lapis-lapis persoalan pelanggaran hak ketenagakerjaan. Banyak kasus yang mulanya dilaporkan sebagai kasus pelanggaran ketenagakerjaan, misalnya kasus penarikan biaya berlebih untuk penempatan (overcharging), penahanan dokumen, dan pelanggaran kontrak kerja, setelah digali lebih dalam korban juga mengalami pelecehan dan kekerasan berbasis gender. KABAR BUMI juga menemukan fakta bahwa banyak kasus pelecehan dan kekerasan seksual dalam masa persiapan migrasi, dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dan tidak dilaporkan. Korban enggan bahkan takut melaporkan kasus yang dialaminya karena takut keberangkatannya bekerja dihambat oleh pelaku.
Secara khusus KABAR BUMI juga menyoroti praktik pemaksaan kontrasepsi yang hingga hari ini masih terjadi di kalangan perempuan buruh migran. Praktik pemaksaan kontrasepsi melalui suntik KB yang disyaratkan untuk bisa bekerja ke luar negeri dan cuti, dilakukan tanpa persetujuan dan tanpa pandang bulu, baik bagi perempuan buruh migran yang sudah menikah atau belum menikah, dan berbagai usia. Tindakan tersebut merupakan bentuk tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Dalam momentum peringatan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan ini KABAR BUMI menyatakan sikap:
1. Hentikan Penahanan dokumen dan overcharging, berikan pilihan kontrak mandiri
2. Hentikan praktik pemaksaan kontrasepsi dalam bentuk kewajiban suntik KB bagi perempuan buruh migran dan tegakkan UU TPKS.
3. Sosialisasikan UU TPKS kepada Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dan lakukan pemantauan dan penegakan hukum bagi mereka yang melanggar.
4. Ratifikasi Konvensi ILO 190 tentang tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja.
5. Ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT
6. Sahkan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga.
Narahubung: Iweng Karsiwen (+62 812-8104-5671) Wiwin Warsiating (+62 812-8338-0486)
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.