Konsultasi Nasional KABAR BUMI & ZHTN dihadiri menteri PPMI

Jakarta, 4 Desember 2024 – Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI) dan Zero Human Trafficking Network (ZHTN) menyelenggarakan Konsultasi Nasional yang bertema Perkuat Perlindungan Hak-Hak Buruh Migran dan Hentikan Perdagangan Orang yang bertujuan menyusun rekomendasi untuk Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang baru dibentuk. Pada kesempatan ini disampaikan 16 rekomendasi kepada Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang hadir secara langsung dalam kegiatan tersebut. Rekomendasi tersebut disusun dari proses diskusi dan konsultasi yang melibatkan 20 organisasi masyarakat sipil dari 23 daerah di Indonesia dan luar negeri, termasuk organisasi pekerja migran, LSM, lembaga layanan berbasis komunitas dan agama, serta organisasi perempuan.

Rekomendasi-rekomendasi ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan sistemik yang dihadapi oleh para pekerja migran Indonesia (PMI) dan keluarga mereka, serta memastikan bahwa Kementerian baru ini meningkatkan upaya-upaya perlindungan buruh migran dan anggota keluarganya, memprioritaskan pendekatan berbasis hak asasi manusia dan mengambil langkah-langkah strategis dan inovatif untuk mengatasi perdagangan manusia yang kian marak dan berkembang modusnya.
Dari diskusi terpumpun pra konsultasi yang dilakukan, situasi di lapangan menunjukkan bahwa persoalan-persoalan yang dihadapi oleh buruh migran dan keluarganya belum banyak berubah. Pada saat yang sama modus-modus baru perdagangan orang benang terus berkembang, salah satunya dengan pemanfaatan teknologi. Tahun lalu dilaporkan 340 kematian buruh migran Indonesia di Hong Kong dan 119 kematian dari Nusa Tenggara Timur (NTT) per Desember 2024. Statistik yang mengkhawatirkan ini menegaskan perlunya tindakan segera untuk meningkatkan upaya perlindungan dan langkah-langkah strategis dalam melindungi hak-hak buruh migran dan pemberantasan perdagangan orang.
Dalam sesi pra konsultasi juga dipaparkan fakta masih terjadinya praktik perekrutan yang eksploitatif,
dengan agen yang membebankan biaya yang berlebihan, pelatihan pra-keberangkatan sering kali gagal memenuhi kebutuhan spesifik negara tujuan. Sementara di luar negeri, persoalan kondisi kerja yang buruk dan pelanggaran hak-hak buruh migran masih menjadi persoalan yang setiap hari dilaporkan kepada organisasi pendamping buruh migran. Kurangnya dukungan dari Perwakilan RI di negara tujuan kerja seperti di Hong Kong, Taiwan dan Singapura, memaksa pekerja untuk berjuang sendiri dalam situasi yang rentan. Persoalan lain yang khas dan sistemik yang masih terus terjadi adalah eksploitasi dan kekerasan berbasis gender yang dialami perempuan buruh migran. Pada tahap pemulangan, banyak pekerja migran yang pulang ke kampung halamannya dalam keadaan terluka, disabilitas mental dan fisik, atau dalam kasuskasus ekstrim, meninggal dunia, akibat kecelakaan kerja, kekerasan atau akses kesehatan yang tidak memadai.

Untuk menghadapi tantangan sistemik yang dialami oleh buruh migran Indonesia dan korban perdagangan orang, kami menuntut pemerintah untuk mengambil langkah-langkah nyata dan inovatif, mengadopsi pendekatan yang proaktif dan menyeluruh untuk perlindungan. Rekomendasi dan tuntutan dari organisasi masyarakat sipil mencakup:

1. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah dan Desa: Meningkatkan kapasitas pemerintah ditingkat daerah dan desa melalui pelatihan dan pendidikan mengenai migrasi yang aman sertab ahaya perdagangan orang (TPPO). Langkah ini memastikan pemahaman dan keterlibatanp emerintah dalam melindungi calon pekerja migran dan komunitasnya.

2. Desa sebagai Pusat Informasi Calon buruh migran: Mengembangkan desa menjadi pusat informasi terpercaya bagi calon pekerja migran untuk mengakses panduan migrasi, peluang kerja, dan mekanisme pengaduan.

3. Penguatan Aparat Penegak Hukum (APH): Meningkatkan kapasitas dan keahlian aparat penegak hukum dalam menangani kasus TPPO, termasuk memberikan pelatihan khusus untuk meningkatkan responsibilitas dan keberpihakan terhadap korban.

4. Peningkatan Keberanian dalam Upaya Penyelamatan pekerja migran korban TPPO di Myanmar: Memastikan pemerintah bertindak lebih berani dalam menyelamatkan korban TPPO di Myanmar, dengan memperkuat diplomasi dan operasi penyelamatan melalui kerja sama internasional.

5. Pengawasan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK): Melakukan pengawasan ketat terhadap LPK, termasuk menutup lembaga yang tidak memiliki izin resmi untuk memastikan calon pekerja migran mendapatkan pelatihan yang sesuai.

6. Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Pelatihan untuk Calon Buruh Migran : Memberikan pelatihan komprehensif kepada calon pekerja migran agar memiliki kecakapan teknis dan pengetahuan yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan di negara tujuan.

7. Pemberdayaan Purna buruh migran: Melaksanakan program pemberdayaan bagi mantan pekerja migran untuk meningkatkan kemandirian ekonomi mereka dan keluarganya, seperti pelatihan kewirausahaan atau dukungan finansial.

8. Advokasi ke Pemerintah Daerah (PEMDA): Mengadvokasi agar pemerintah daerah mengalokasikan anggaran khusus untuk mendukung migran dan keluarganya, terutama bagi mereka yang rentan terhadap kekerasan atau masalah sosial.

9. Revisi Undang-Undang TPPO: Memperbarui UU TPPO untuk mengakomodasi modus-modus perdgangan orang yang terus berkembang dan memastikan hak-hak korban dapat dipenuhi.

10. Pengadaan Shelter dan Psikolog di Daerah: Menyediakan fasilitas shelter yang memadai di daerah, lengkap dengan psikolog untuk membantu korban TPPO, terutama di daerah terpencil.

11. Pengesahan RUU PRT: Mendorong pengesahan RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT) untuk memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi pekerja migran domestik, termasuk pembekalan yang memadai sebelum keberangkatan.

12. Opsi Kontrak Mandiri atau Lewat Agent:Membuka pilihan bagi pekerja migran untuk bekerja secara mandiri atau melalui agensi resmi, sehingga mereka memiliki kebebasan dan kontrol atas proses migrasi.

13. Pemantauan Pelaksanaan MoU: Memastikan pelaksanaan kesepakatan bilateral (MoU), terutama mengenai hak-hak pekerja seperti hari libur (Day Off), dipatuhi oleh negara tujuan kerja dan pemberi kerja.

14. Perubahan Kurikulum Pembekalan Keberangkatan: Mengembangkan kurikulum pembekalan keberangkatan yang relevan dengan kebutuhan pekerja migran di negara tujuan termasuk edukasi tentang budaya dan peralatan kerja

15. Sosialisasi tentang SOCSO dan Day Off untuk pekerja migran Indonesia di Malaysia: Menyebarluaskan informasi kepada calon pekerja migran mengenai kewajiban pendaftaran SOCSO dan hak atas hari libur di negara tujuan.

16. Revisi Biaya Penempatan: Menyesuaikan biaya penempatan  dengan kondisi ekonomi saat ini, dan membedakan biaya antara pekerja baru dan yang memperpanjang kontrak dan mengawasi dan mendampingi proses pemulangan pekerja migran untuk mencegah pelanggaran oleh agen, seperti penahanan dokumen.

Narahubung : Iweng Karsiwen
Telepon: +62 812-8104-5671

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.